Diskusi Sesama Penerjemah: Terjemahan itu tercipta dari ribuan keputusan yang pada akhirnya didasarkan pada kriteria yang sama, yaitu kebanyakan diputuskan dengan segera secara bawah-sadar, tanpa pemikiran analisis; beberapa diputuskan dengan kesadaran penuh secara hati-hati dan terperinci, dengan memeriksa sumber-sumber kaidah, dan penalaran logika; tetapi toh akhirnya semua tadi mengandalkan dukungan abduktif penerjemah: oke, itulah jadinya nanti.
Dengan kata lain, perbedaan antara penerjemah yang baik dan penerjemah yang biasa-biasa saja adalah pener jemah yang baik menerjemah dengan cermat secara sadar dan analitis, sedangkan penerjemah yang biasa-biasa saja terlampau banyak mengandalkan intuisi dan naluri kasar. Baik penerjemah yang baik maupun yang biasa-biasa saja sama-sama sangat mengandalkan analisis dan intuisi, pengolahan sadar dan bawah-sadar. Bedanya, penerjemah yang baik sudah melatih intuisinya dengan lebih cermat daripada penerjemah yang biasa-biasa saja; dan lebih cermat dalam mengandalkan intuisi-intuisi itu sebenarnya berarti mengandalkan pemikiran cerdas dan pengalaman selama bertahun-tahun.
Di lain pihak, tak ada intuisi seseorang yang betul-betul terlatih. Penerjemah yang baik adalah pembelajar seumur hidup (lifelong learner), selalu mencari lebih banyak pengetahuan budaya, lebih banyak kata dan frasa, lebih banyak pengalaman dengan berbagai jenis teks, lebih banyak pola pemindahan, lebih banyak solusi untuk masalah-masalah yang kompleks. Penerjemahan merupakan aktivitas kecerdasan yang senantiasa memerlukan perkembangan, pembelajaran, dan pengembangan-diri secara terus-menerus.
Dalam pengertian itulah, kita semua selalu dalam taraf menjadi penerjemah. Dan diskusi sesama Penerjemah menjadi penting untuk mengetahui persoalan yang ada didalam terjemahan.
Diskusi Penerjemah di Lembaga Penerjemah
1. Bagaimana seharusnya pengaturan kaidah terhadap
pekerjaan penerjemah? Apakah kreativitas penerjemah menjadi terhambat atau berkurang karena menuruti kaidah-kaidah pasar? Jika ya, apa yang sebaiknya dilakukan penerjemah yang merasa terhambat aktivitasnya mengenai hal itu? Dalam aspek penerjemahan yang tidak terkena kaidah spesifik pasar terhadap penerjemah, sampai sejauh mana sebaiknya penerjemah mengenakan kaidah-kaidah itu bagi dirinya sendiri?
2. Seberapa sadarnya proses analisis penerjemah sebaik nya dilakukan? Haruskah penerjemah memperlambat penerjemahannya agar secara analitis bisa lebih seksama dan hati-hati? Wajibkah pekerjaan menerjemah awal berlangsung cepat dan relatif secara bawah-sadar, dan proses penyuntingannya berlangsung sadar, lambat, dan analitis? Haruskah penyuntingan berlangsung relatif secara bawah-sadar, kecuali jika timbul masalah?